BENGKALIS - Dosen Universitas Riau meneliti tentang komunikasi bencana, dalam memitigasi abrasi di Pulau Bengkalis. Penelitian yang dilakukan didasari oleh masalah abrasi yang terjadi di Pulau Bengkalis dan sekitarnya yang cukup memprihatinkan saat ini. 

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya untuk menggali masalah dan mencari solusi, dalam perspektif komunikasi untuk mengatasi bencana abrasi yang terjadi di kawasan ini. 

Penelitian yang diketuai oleh Dr Yasir MSi dengan anggota tim peneliti Dr Samsir MSi dan Dr Nurjanah MSi. Ketiga dosen ini melakukan penelitian dilandasi oleh keprihatinan tim terhadap bencana abrasi, yang semakin parah sejak satu dasawarsa terakhir di Pulau Bengkalis. 

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan diskusi dengan berbagai dinas dan badan terkait, staf ahli bupati, serta menemui beberapa LSM, dosen Politeknik Bengkalis dan komunitas penggerak lingkungan yang ada di Pulau Bengkalis. 

Peneliti juga melakukan survei lapangan, di beberapa kawasan yang terdampak abrasi dan mewawancarai pemerintah desa, kelompok konservasi mangrove dan pengelola wisata, seperti di Pantai Wisata Raja Kecik. Kegiatan penelitian ini dilakukan sejak tanggal 12-16 Agustus 2024.

Yasir sebagai ketua tim peneliti yang juga dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini menegaskan, bahwa penanganan bencana abrasi perlu kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan seperti masyarakat setempat, perguruan tinggi, LSM, komunitas pegiat lingkungan, aktivis lingkungan dan aktivis media sosial yang dilakukan secara rutin dan berkelanjutan. 

"Ya, penelitian ini juga bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan sinergi antar individu pemerintah desa, kabupaten, provinsi dan pemerintah pusat," ujar Dosen Unri yang berasal dari Desa Bantan Air, Kecamatan Bantan Bengkalis.

Ia menyebutkan, hasil diskusi bersama Kepala Bappeda Bengkalis, Rinto SE MSi juga menyatakan saat ini banyak kewenangan daerah Kabupaten Bengkalis, telah diambil oleh pemerintah provinsi dan pemerintah pusat terkait penanganan abrasi ini.

Makanya kata Yasir, bahwa komunikasi antar instansi saat ini masih kurang, terkait penanganan abrasi ini. Makanya tim peneliti menyarankan program-program yang dilakukan oleh pemerintah, hendaknya sejalan dan saling mendukung dengan melibatkan stakeholder lain. 

"Ya, banyak program rehabilitasi mangrove yang dilakukan tidak efektif, karena kurang melibatkan masyarakat setempat sebagai masyarakat utama terdampak abrasi," ucapnya.
Fhoto: Ketua Tim Peneliti yang juga dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unri, Yasir sedang berdiskusi bersama Solihin penggiat lingkungan di Pantai Raja Kecik Muntai, Bengkalis, Rabu (14/8/2024).
Selain itu, jelas Yasir, kampanye untuk meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian mangrove dan gerakan untuk mitigasi bencana abrasi, harus lebih kreatif dengan memanfaatkan media sosial, seperti instagram dan Tiktok. Bahkan kalau perlu melibatkan influencer seperti Youtober dan selebgram. 

Namun demikian komunikasi tatap muka, sosialisasi di sekolah-sekolah dan pembinaan komunitas tentu juga harus tetap dilakukan. Karena komunikasi yang efektif sifatnya harus berkelanjutan.

Sedangkan dalam penelitian ini, tim akan terus melakukan kegiatan penelitian untuk menggali informasi dari berbagai stakeholder tersebut, untuk memahami permasalahan dan upaya yang tepat dalam memitigasi bencana abrasi. 

"Ya, masing-masing stakeholder harus memainkan perannya masing-masing sesuai kapasitas yang dimiliki. Misalnya pemerintah desa yang ada di daerah pesisir terdampak abrasi setidaknya harus ada menganggarkan dananya untuk mitigasi bencana abrasi," sarannya.

Sedangkan pemerintah harus berkontribusi dalam memberikan pembinaan, penghargaan dan mendukung program desa. LSM dan komunitas yang bergerak dalam edukasi dan advokasi lingkungan harus tetap selalu didukung. Begitu juga pemangku kepentingan yang lainnya harus memiliki peran dan kontribusi sesuai kemampuan yang dimiliki baik secara individu, berkelompok atau yang terlembangakan. 

Jadi mitigasi abrasi tidak akan bisa terselesaikan masalahnya, kalau hanya mengandalkan pada satu atau dua pihak saja. Bahkan sekolah dengan anak didik beserta guru pun memiliki peran penting dalam jangka panjang baik melalui program yang sesuai kurikulum maupun kegiatan ekstrakurikuler. Seperti kegiatan pengenalan jenis-jenis tanaman mangrove dan edukasi menanam mangrove yang tepat.

Kajian menemukan bahwa koordinasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan masih lemah dan ini menjadi akar masalah dalam mitigasi bencana abrasi. 

Kelemahan ini didasarkan pada tingkat kepedulian terhadap bencana ini yang masih rendah. Kelemahan kepedulian dan kolaborasi ini berpengaruh pada aspek perencanaan, seperti penganggaran yang tidak tepat sasaran. 

Sehingga ketidak sesuaian perencanaan ini mempengaruhi implementasi program mitigasi bencana abrasi di Kabupaten Bengkalis. 

Oleh karena itu, Ketua Tim peneliti menekankan, pentingnya program yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan agar program mitigasi bencana dapat berjalan efektif dan tidak memunculkan prasangka antar kelompok atau lembaga.** (rls)

Editor: Broto.